Oleh : Mom Bari Tesagai
Mahasiswa STISIPOL YALEKA MARO
(Opini ini ditulis dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 2021).
UPDATEBERITA.ID–Merauke.Merdeka karena Terdidik akan membebaskan generasi selanjutnya dari sistem pendidikan monologis, doktriner, dan liberalis. Kita membutuhkan sistem pendidikan yang memanifestasikan syarat syarat fundamental serta dapat merubah wajah secarah teoritis , teologis dan cultur berbangsa, sehubungan dengan ini, melihat bahwa Indonesia adalah negara berbangsa, sangat dibutuhkan sebuah format yang revolusioner dalam mendidik kader kader bangsa kedepan sesuai dengan kebutuhan bangsanya dan negara ini.
kata Yusuf Ishak Pribadi bahwa Bukan sekedar perombakan-perombakan teknis soal ujian, kompetensi guru, atau penyederhanaan format pembelajaran. Merdeka karena Terdidik tidak akan bisa terjewantahkan ketika sistem pendidikan masih terpaku atau mereduksi tanggung jawab negara secara langsung kepada rakyat seperti liberalisasi pendidikan yang mengakibatkan akses pada lembaga lembaga pendidikan yang unggul hanya bisa di nikmati oleh kaum 1% di negara ini, dikerenakan kemapuan biaya kaum 99 % tidak memenuhi syarat dalam mengaksesnya.
Bukan hanya itu, persoalan lembaga pendidikan yang modren dalam lembaga pendidikan swasta didalam kota sekalipun masih kita temui siswa diwajibkan untuk membeli buku buku prodak pada setiap semesternya.
Oleh kerena itu setidaknya ada beberapa pandangan yang patut dijadikan sebagai tolak ukur dalam pendidikan nasional kita diataranya :
Pendidikan yang demokratis, Merdeka karena tertdidik membutuhkan Suana yang demokratis. Kebebasan berekspresi dalam pendidikan tidak akan ada jika masih ada alat verbal suara masih dibungkam oleh oligarki lembaga pendidikan
kalau lingkungan pendidikan masih alergi dengan kritik dan pendapat yang berbeda.
Oleh karenanya lembaga pendidikan harus memberi ruang kemerdekaan berekspresi dan berpendapat di dalam lingkungan pendidikan. berekspresi maupun berpendapat. Asalkan, ekspresi dan pendapatnya tidak mendorong kebencian suku, agama, ras maupun gender.
Arena pendidikan harus mengakui hak siswa atau mahasiswa untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana jaminan undang undang tentang Hak Sipil Politik. Tidak perlu lagi ada dikotomi organisasi intra dan ekstra.
Organisasi atau Serikat apa pun harus diperbolehkan, asalkan tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Soe Hoek Gie bahwa Guru atau dosen bukanlah satu satunya sumber kebenaran mutlak dan murid atau mahasiswa bukan kerbau. Misalnya pengambilan kebijakan di lingkungan pendidikan seperti sampai pada perguruan tinggi harus demokratis.
keputusan unilateral di lembaga pendidikan, yang menyangkut hak hak peserta didik, diputuskan secara sepihak oleh otoritas tertentu (Kepala Sekolah, Rektor, dan Kementerian Pendidikan), apa lagi jika lembaga pendidikan telah dikuasai oleh kepentingan oligarki yang mengedepankan sistem pendidikan transaksional.
Berikutnya pengajaran yang monologis yang menjadikan siswa atau mahasiswa sebagai papan tulis, yang menempatkan guru atau dosen sumber pengetahuan dan pemilik hak mutlak kebenaran.
Pengajaran harus lebih dialogis, yang selalu menjadikan teoritis pengetahuan dengan kenyataan sosiologis antara apa yang dipelajari dengan eksperiiens langsung dari setiap peserta didik. Merdeka dalam berfikir juga sebagai hal yang sangat penting dalam demokrasi pendidik, tidak ada cara berfikir yang bebas selama ruang berfikir masih dicekoki dengan materi materi doktriner, yang membunuh independensi berfikir, tidak sesederhana dengan yang disampaikan oleh Menteri Nadiem Makarim bahwa Merdeka berpikir tak sekedar soal kompetensi guru menerjemahkan kurikulum dalam pembelajaran sekaligus memberikan penilaian.
Melainkan adalah kondisi di mana setiap orang berhak mencari sudut pandang berpikir dan mengekspresikan Esensi dari berpikir adalah tumbuh kembangnya cara berpikir ideologis, realistis serta kritis.
Untuk itu, setiap peserta didik harus diberi kemerdekaan mengakses informasi atau pengetahuan dari beragam referensi termasuk budaya membaca dan meneliti. Tidak boleh lagi ada pelarangan bacaan atau buku, sama dengan penjajahan terhadap Dunai pendidikan.
Disiplin ala dunia pendidikan lahir dari kesadaran untuk mempergunakan waktu dan kesempatan sebaik-baiknya agar proses mengembangkan potensi dan mengejar pengetahuan berjalan maksimal dan humanis.
Pendidikan yang memerdekakan tidak bisa terpenuhi jika visi atau orientasi pendidikan tidak berubah dan masih mengabdi pada keinginan dan tunduk kepada kepentingan liberalisme pendidikan dengan industri korporasi yang menjadikan manusia sebagai mesin pekerja, disamakan dengan mesin produksi sebagai alat kapital borjuasi.
Merubah cara pandang sangat dibutuhkan untuk pendidik dan memerdekakan siswa atau mahasiswa, ada sebuah istilah, bukan saatnya lagi kita menilai kemampuan seekor ikan memanjat pohon, maka selama itulah akan membunuh karakter pendidikan yang memerdekakan, dan selama itulah peserta didik akan kita anggap goblok alias tidak terpelajar. Ki Hajar Dewantara pernah berkata Biarkan setiap anak didik berkembang sesuai kodratnya. Sebagaimana kata Soe Hoek Gie Bahwa Setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah Guru.
UB-RED 209